Penggunaan Makrozoobentos Sebagai Bioindikator
Perairan
Pemantauan kualitas air
yang hanya didasarkan pada parameter
fisika dan kimia perairan sudah mulai diseimbangkan dengan parameter biologi.
Parameter fisika dan kimia diketahui memerlukan biaya yang lebih tinggi
dibandingkan parameter biologi. Selain
itu indikator biologi lebih dapat diandalkan karena dapat memperlihatkan efek
kumulatif pencemaran dari kondisi yang telah lalu sampai saat dilakukan
pengamatan. Beberapa kelompok organisme biasa digunakan sebagai indikator
pencemaran dalam pengukuran kualitas lingkungan perairan, di antaranya adalah
algae, bakteri, protozoa, makrozoobentos, dan ikan (Wilhm,
1975).
Ekosistem yang stabil
dicirikan oleh keanekaragaman komunitas yang tinggi, tidak ada dominansi jenis
serta jumlah individu per jenis terbagi dengan merata. Selanjutnya dikatakan
pula bahwa komunitas pada lingkungan tercemar dicirikan oleh keanekaragaman
yang rendah dan adanya perubahan struktur komunitas dari yang baik
menjadi tidak stabil.
Khusus untuk bentos,
keberadaannya sering digunakan sebagai indikator dalam menentukan adanya
tekanan ekologis dalam suatu perairan.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah organisme penyusun bentos
memiliki kepekaan yang berbeda-beda terhadap berbagai jenis bahan pencemar dan
memberikan reaksi yang cepat terhadap perubahan yang terjadi; seperti memiliki
mobilitas yang rendah sehingga sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
sekitarnya atau mudah ditangkap untuk diidentifikasi.
Untuk pendugaan
pencemaran ekosistem perairan yang mengalir dapat digunakan organisme yang
bersifat menetap seperti bentos dan perifiton. Selanjutnya, bentos adalah organisme
yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada permukaan sedimen
dasar perairan. Bentos yang teramati
dapat berupa fitobentos dan zoobentos (Odum 1971). Makrozoobentos atau
zoobentos yang berukuran lebih besar dari 1 mm merupakan salah satu kelompok organisme
yang mudah dideteksi untuk menduga tingkat pencemaran di suatu kawasan
ekosistem perairan.
Kepekaan jenis-jenis makrozoobentos
Wilhm (1975)
menjelaskan bahwa perubahan-perubahan kualitas air sangat mempengaruhi
kehidupan makrozoobentos, baik komposisi maupun ukuran populasinya. Di samping itu kemampuan mobilitasnya rendah
dan beberapa jenis organisme makrozoobentos yang mempunyai daya tahan yang
tinggi terhadap kondisi kualitas air yang buruk menjadikan makrozoobentos
sebagai salah satu indikator biologi yang baik.
Tingkat keanekaragaman
bentos pada perairan tertentu merupakan cerminan variasi dari toleransinya
terhadap kisaran parameter lingkungan.
Adanya kelompok bentos yang hidup menetap (sessile) dan daya
adaptasi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungan membuat bentos seringkali
digunakan sebagai petunjuk bagi penilaian kualitas air. Keberadaan makrozoobentos berkaitan erat
dengan kondisi fisika, kimia, dan biologi dari substrat tempat hidupnya
yang saling berinteraksi dengan proses atau pun komponen yang ada dalam air terdekatnya. Dengan demikian apabila suatu sungai mendapat
masukan limbah, yang dengan dinamikanya terdistribusi ke dalam seluruh badan
air, maka komponen-komponen di bagian dasar sungai pun akan menerima akibatnya.
Kepekaan jenis
makrozoobentos terhadap limbah organik dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
kelompok intoleran atau sensitif, fakultatif atau moderat, dan toleran. Keberadaan kelompok biota tersebut dapat
digunakan untuk menunjukkan keadaan suatu aliran sungai.
Dengan kata lain kehadiran kelompok
toleran dan ketidak hadiran kelompok intoleran dapat digunakan sebagai
petunjuk adanya pencemaran dalam perairan (Wilhm 1975). Namun terdapat pula jenis-jenis makrozoobetos
yang dapat dijumpai atau tersebar di berbagai kondisi perairan sehingga tidak
dapat digunakan sebagai petunjuk adanya pencemaran dalam perairan dan
digolongkan sebagai kelompok non indikator dan yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain Malacostraea dan beberapa Coleoptera (Mason, 1993).
Organisme toleran dapat
tumbuh dan berkembang dalam kisaran perubahan kondisi lingkungan yang lebar dan
organisme dan sering dijumpai pada perairan berkualitas buruk. Pada umumnya kelompok organisme ini tidak
peka terhadap berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya tinggi di perairan
(sungai) yang telah tercemar bahan organik, termasuk dalam kelompok ini
antara lain adalah cacing tibificida.
Organisme fakultatif
atau intermediat adalah organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran
perubahan kondisi lingkungan yang tidak terlalu lebar. Kelompok ini dapat
bertahan hidup pada perairan yang banyak mengandung bahan organik. Meskipun demikian kelompok ini tidak dapat
mentolerir tekanan lingkungan dan cukup peka terhadap penurunan kualitas
perairan. Kelompok yang termasuk dalam
kelompok ini, antara lain, sebagian jenis dari Odonata, Gastropoda, Diptera,
dan Crustacea.
Organisme intoleran
adalah organisme yang hanya dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran perubahan
kondisi lingkungan yang sempit. Organisme
ini jarang ditemui di perairan yang kaya akan bahan organik serta sangat peka
terhadap penurunan kualitas perairan.
Yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain sebagian jenis dari
Ephemeroptera, Trichoptera, Coleoptera, and Plecoptera (Wilhm 1975).
Lebih lanjut Wilhm
(1975) menguraikan bahwa perairan yang tidak tercemar atau bersih
memperlihatkan keseimbangan komunitas makrozoobentos. Di dalamnya hidup jenis dari kelompok
intoleran diselingi jenis dari kelompok fakultatif dan tidak ada jenis dari
kelompok tertentu yang mendominasi.
Perairan yang tercemar sedang memperlihatkan adanya pengurangan atau
hilangnya jenis dari kelompok intoleran dan bertambahnya jenis dari kelompok
fakultatif serta dari kelompok toleran yang mulai mendominasi. Pada perairan tercemar terlihat adanya
pembatasan jumlah jenis dalam komunitas makrozoobentos. Kelompok fakultatif dan intoleran mulai
hilang digantikan oleh kelompok toleran.
Hilangnya semua jenis makrozoobentos kecuali oligichaeta dan organisme
yang bisa mengambil oksigen dari udara menandakan perairan tercemar berat.
Faktor fisika dan kimia
perairan tidak terpisahkan dari keberadaan makrozoobentos. Keterkaitan yang ada menghasilkan pola
distribusi yang beragam sesuai dengan daya adaptasi makrozoobentos. Sebagai contoh, dengan mengabaikan berbagai
tingkat gangguan manusia, tipe sedimen dan aliran air merupakan faktor utama
yang signifikan dalam membatasi pola mikrodistribusi dari makrozoobentos (Cummins,
1975). Menurut Pond (2009), faktor fisika, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi keadaan dan
penyebaran makrozoobentos, antara lain adalah kecepatan arus, suhu,
kekeruhan, substrat dasar, kedalaman,
TSS, pH, DO, kandungan padatan tersuspensi (TSS), amonia (NH3-N), makanan,
kompetisi hubungan pemangsaan, dan penyakit.
Sumber
Cummins KW. 1974.
Structure and Function of Stream Ecosystem. Bioscience 24:631-641.
Mason CF. 1991.
Biologi of Fresh Water. New York: Longman Scientific and Technical.
Pond, Gregory J. 2009.
Patterns of Ephemeroptera Taxa Loss in Appalachian Head Water Streams (Kentucky,USA).
Hydrobiologia. 641:185–201.
Wilhm JL. 1975. Biological Indicators of Pollution. Di
dalam: Whitton BA, editor. River Ecology. Oxford: Blackwell Scientific
Publication. Hlm 375-402.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar