Bagi yang mengkopi file ini tolong ditulis sumbernya yah...
MAKALAH
PENDUGAAN
EUTROFIKASI DI PERAIRAN
R O B I N
C251100061
PROGRAM
STUDI PENGELOLAAN SUBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH
PASCASARJANA
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eutrofikasi
merupakan salah satu masalah utama pada lingkungan perairan dimana beban
nitrogen dan Phospor dari sungai telah menigkatkan jumlah beban masukan nutrien
di perairan lebih dari 4 kali lipat yang pernah diprediksikan oleh martin et al
(1981) atau 2-20 kali lipat (kasus N) yang terjadi pada daerah-daerah beriklim
sedang jika dibandingkan pada masa sebelum terjadinya revolusi industri. Gangguan
antropogenik telah menyebabkan peningkatan masukan sungai
nitrogen (N) dan fosfor
(P) untuk perairan pesisir
di seluruh dunia, menyebabkan eutrofikasi yang cukup besar dan peningkatan frekuensi perkembangan
gangguan alga
yang beracun.
Eutrofikasi dapat didefinisikan sebagai pengkayaan (enrichment) pada badan perairan karena
adanya masukan nutrien/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktifitas primer
perairan. Nutrien yang dimaksud dalam hal ini
adalah nitrogen (N) dan fosfor (P) (Effendi, 2003). Proses eutrofikasi
sendiri pada dasarnya merupakan proses alami yang akan terjadi pada setiap
perairan tergenang, namun proses terjadinya akan memakan waktu yang cukup lama.
Tetapi seiring dengan meningkatnya aktivitas yang ada di sepanjang badan air
atau sungai yang memberikan masukan berupa unsur hara yang terus menerus ke
dalam badan air, maka proses eutrofikasi menjadi dipercepat yang disebabkan
oleh menurunnya kemampuan badan air untuk melakukan pulih diri (self purification). Berikut ini adalah proses terjadinya
eutrofikasi:
Perubahan
besar yang terjadi dalam komposisi
dan struktur trofik ekosistem (misalnya, komunitas
plankton) dari lingkungan pesisir
yang sangat tergantung dengan ukuran
besar sungai telah dikaitkan
dengan perubahan rasio Si: N:
P yang disebabkan oleh kelebihan
N dan P ,
eutrofikasi kultural. Perubahan ini karena emisi dari sumber-sumber buatan manusia yang menyebar pada daerah bantaran sungai dan mengakibatkan peningkatan pasokan bahan organik, yang akhirnya memicu
terjadinya eutrofikasi di pesisir.
Akibatnya terjadi kekurangan oksigen secara luas di dasar perairan dan
sedimen laut yang disertai dengan perubahan struktur komunitas organisme bentik. Pada beberapa daerah yang telah
berhasil diamati kejadian eutrofikasi dapat membunuh ikan
dalam skala besar.
Efek jangka panjang dari eutrofikasi adalah pengayaan bahan
organik dalam sedimen. Penelitian modern difokuskan pada dampak ekologis dari perubahan fluks biogeokimia di
zona pesisir dan di air tawar serta yang terjadi pada
tatanan sistem laut. Kondisi seperti ini telah telah
berhasil diprediksi terutama untuk fluks nutrien yang secara biogeochemical penting untuk aplikasi pengelolaan
lingkungan (Nixon, 1995).
Pendugaan status trofik suatu perairan telah lama
dilakukan oleh banyak peneliti di seluruh dunia. Pendugaan status trofik suatu
ekosistem dilakukan untuk mencegah terjadinya eutrofikasi di perairan dengan
melihat gejala-gejala yang tampak ataupun dengan melakukan pengukuran secara
langsung atau melalui pendugaan dengan menggunakan metode penginderaan jauh.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran singkat
mengenai beberpa metode pendugaan tingkatan trofik dalam ekosistem perairan
sedangkan manfaatnya adalah memberikan informasi mengenai beberapa metode
pendugaan tingkatan trofik perairan yang banyak digunakan di seluruh dunia.
II.
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Pendugaan Proses
Eutrofikasi (Karydis, 2009)
Konsep manajemen
menurut EEA (Europan Envirormnental Agency) menjelaskan bahwa suatu indikator adalah sebuah ukuran,
nilai kuantitatif secara umum yang dapat digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan sebuah fenomena yang kompleks secara
sederhana, termasuk kecenderungan dan kemajuan dari waktu ke waktu". Indikator kualitas lingkungan
terfokus pada kualitas air, keanekaragaman spesies, nutrien dan konsentrasi
klorofil α, pembilasan kualitas air dan pasang surut.
Tujuan utama menggunakan indikator lingkungan
adalah penilaian integritas ekosistem. Pesisir adalah lingkungan
yang sangat dinamis karena dipengaruhi oleh
input terestrial, alami dan antropogenik, serta
dari Inshore pertukaran air lepas pantai, kondisi
cuaca dan arus yang disebabkan oleh angin. Selain itu, batimetri pesisir mempersulit respon sistem
untuk berbagai masukan. Semua mekanisme fisik dan
fakta bahwa transformasi hara, serapan hara dan pertumbuhan
fitoplankton melanjutkan pada tingkat
tinggi, menunjukkan bahwa status trofik dari suatuwilayah
pesisir tidak harus dianggap sebagai entitas hampir
statis . Pada perairan sungai dan danau input nutrien antropogenik
merupakan faktor utama penyebab eutrofikasi. Oleh karena itu jelas bahwa
indikator eutrofikasi harus menyerap sejumlah besar data
melalui ruang dan waktu sehingga kondisi rata-rata di
daerah tersebut dapat diperkirakan.
Penilaian
kuantitatif eutrofikasi bukanlah pendekatan yang mudah meskipun efek variabel
penyebab fenomena tersebut telah didefinisikan dengan baik dan dinamika eutrofikasi telah dipahami
dengan baik dari waktu ke waktu. Meskipun parameter yang terlibat dapat dengan mudah
diukur secara rutin, ada sejumlah kelemahan terkait
dengan
masalah mengukur kondisi eutrofik. (a) sulit untuk membedakan antara nutrien dari sistem dan nutrien dari aktivitas manusia atau antara sumber-sumber alami dan antropogenik (b) fenomena ini dijelaskan oleh sejumlah variabel seperti nitrat,, amonia nitrit, fosfat klorofil, biomassa fitoplankton dan transparansi air, sebagian besar variabel ini saling terkait (c) distribusi variabel menyimpang dari normalitas (d) siklus tahunan nutrien dan fitoplankton menginduksi rentang yang luas dan tumpang tindih dalam nilai-nilai parametrik. Kesulitan tambahan juga muncul dari algoritma yang digunakan selama pemrosesan data.
masalah mengukur kondisi eutrofik. (a) sulit untuk membedakan antara nutrien dari sistem dan nutrien dari aktivitas manusia atau antara sumber-sumber alami dan antropogenik (b) fenomena ini dijelaskan oleh sejumlah variabel seperti nitrat,, amonia nitrit, fosfat klorofil, biomassa fitoplankton dan transparansi air, sebagian besar variabel ini saling terkait (c) distribusi variabel menyimpang dari normalitas (d) siklus tahunan nutrien dan fitoplankton menginduksi rentang yang luas dan tumpang tindih dalam nilai-nilai parametrik. Kesulitan tambahan juga muncul dari algoritma yang digunakan selama pemrosesan data.
Banyak indeks telah diusulkan untuk klasifikasi perairan pesisir menjadi jenis air oligotrophic, mesotrophic
dan eutrophic karena
mereka memiliki kebaikan meringkas
informasi lapangan yang luas dan produktif. Indeks abiotik biasanya didasarkan pada nilai-nilai nutrien; rasio N
/ P dalam badan
air telah digunakan untuk menentukan
kondisi eutrophic. Algoritma hara
dirancang untuk menilai status trofik
juga telah dilaporkan (Karydis, 2009) dan
variabel nutrien juga telah
diusulkan sebagai indikator kondisi trofik. Informasi serupa telah diberikan tentang konsentrasi klorofil. Jumlah
sel fitoplankton juga merupakan
indikator untuk menilai status trofik, meskipun jumlah
sel dipengaruhi oleh faktor intrinsik
dan eksternal.
Penggunaan indikator ekologi yang menggambarkan kekayaan spesies dan keragaman spesies sebagai indikator pencemaran telah diperkenalkan oleh banyak peneliti sejak tahun tujuh puluhan. Indikator-indikator ini memberikan informasi tentang struktur
komunitas dan dapat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Indeks keanekaragaman juga telah diusulkan oleh Mihnea (1985)
atas dasar bahwa nilai-nilai keberagaman sebagai peningkatan
produktivitas menurun.
Selain menduga
proses eutrofikasi dengan beberapa cara sederhana seperti yang dijelaskan
diatas, proses eutrofikasi juga dapat diprediksi dengan menggunakan beberapa
model yang menjelaskan proses terjadinya eutrofikasi secara menyeluruh dan
dapat memberikan gambaran sederhana terhadap proses eutrofikasi yang kompleks.
Berikut ini beberapa model yang sering digunakan dalam pendugaan eutrofikasi.
2.1 Model Kotak (review
jurnal Humborg et al. 2000)
Pengelolaan
zona pesisir yang efisien memerlukan dasar ilmiah yang kuat dan harus melibatkan riset untuk menggambarkan dinamika
sistem alam dan sosial. Dalam rangka untuk mendapatkan gambaran yang
komprehensif tentang proses penting yang terjadi di lingkungan, kita harus
mengetahui besarnya perubahan dan mekanisme umpan balik yang mengendalikan sebuah
proses dalam lingkungan perairan Misalnya,
untuk menilai perubahan
dampak dampak pola debit nutrie dari sungai ke pesisir, deskripsi dari sumber nutrien alami dan
antropogenik yang tenggelam dalam subsistem air dari
daerah drainase sangatlah diperlukan diperlukan.
Ini berarti pemodelan yang
melibatkan deskripsi dari siklus
biogeokimia perairan yang terganggu dan tidak terganggu secara spasial
dan temporal relevan skala dan
estimasi fluks dan
budget nutrien. Model dari berbagai jenis yang tersedia, yang
menjelaskan model sirkulasi secara rinci yang menggabungkan proses kimia-biologi
sangat ideal menggunakan model kotak. Namun hal ini sangat tergantung kebutuhan
peneliti, Karena kebutuhan yang berbeda-beda seperti kemampuan komputer, skala
waktu kemudian jenis masalah yang sedang dihadapi. Semua alasan tersebut
menentukan model mana yang paling disukai dalam penelitian. Penilaian efek dari pembuangan nutrien di wilayah pesisir pada
dasarnya memerlukan analisis jangka panjang. Efek parah eutrofikasi telah
diamati selama beberapa dekade. Oleh karena itu, langkah pertama untuk
pemodelan fluks unsur hara untuk aplikasi manajemen adalah penjabaran dari
model kotak, yang mengabaikan proses eutrofikasi jangka pendek.
Studi mengenai
pendugaan status trofik perairan dalam jangka panjang adalah dengan melihat
peningkatan jumlah biomassa phytoplankton akibat pengayaan bahan-bahan organik
pada badan air dan sedimen. Model dari dinamika biogeokimia termasuk salah satu
proses kunci produktifitas, akumulasi bahan organik di sedimen dan perubahan
bentuk unsur hara pada proses remineralisasi. Model box menjelaskan secara
lebih rinci mengenai siklus N dan P termasuk hubungan secara stoichiometrik
elemen biogeokimia seperti oksigen dan
sulfur.
Keunggulan Model Box:
1.
Sering digunakan untuk menduga kejadian eutrofikasi kompleks
pada daerah-daerah yang terjadi siklus nutrien ekstrim misalnya daerah estuari.
2.
Dapat menduga potensi terjadinya eutrofikasi dari muatan
nutrien di badan air dan di yang terkumpul dalam sedimen.
3.
Dapat mendiskripsikan secara sederhana proses biogeokimia di
perairan misalnya fluks nutrien dan budgets.
4.
Digunakan untuk menduga potensi kejadian eutrofikasi dalam
jangka panjang.
Berikut ini dapat
dilihat model sketsa dari model box.
Gambar
1. Sketsa BOX model. State variables in circles _see Table 2.,
river-Ntot.–Ptot.sriver nutrient input, exp. Ntot–Ptot.snutrient export to the
Baltic Sea, ass.sassimilation of nutrients by autotrophs in relation to the
solar radiationssolar. radiat., mort.sphytoplankton mortality,
sed.ssedimentation of detritus and phytoplankton, deni.sdenitrification in
relation to _1. temperature _temp.., _2. Oxygen concentration _O2 ., and _3.
refractory nitrogen detritus _DNref . concentration, slow remin.sslow
remineralization in relation to _1. temperature _temp.., and _2. oxygen
concentration _O2 ., rapid remin.srapid remineralization in relation to _1.
temperature _temp.., _2.
oxygen
concentration _O2 ., and _3. refractory nitrogen detritus _DNref .
concentration, mix.swind induced mixing of the water column and sediment layer.
Jika
seandainya Y adalah laju eutrofikasi maka Y dapat dirumuskan secara sederhana
dengan menggunakan model box sederhana diatasadalah interkasi antara fluks N dan
P di badan air dan di sedimen, maka persamaannya adalah:
DIN
= f(DNiable-Dnref)..........................................................................
(1)
DIP = f(DPiable-Dpref)..........................................................................
(2)
Phy(P,N)=f(Solar
Ligth+TP,TN)............................................................. (3)
Y
= f(Ntotal + Ptotal)-{(DIN + DIP + Nphy)
– (DN+DP)}
Tingkat
kompleksitas dari
model ekosistem
disajikan di sini adalah sengaja dibatasi
hanya beberapa variabel
yang relevan untuk eutrofikasi dan untuk
membuat model
operasional jangka
panjang. Pendekatan
Model kotak
sederhana menggambarkan
perubahan mendasar dalam
sistem muara
sebagai respon terhadap peningkatan pasokan bahan
organik.
Sebaliknya, efek seperti pengayaan bahan organik, pengendapan
bahan organik di sedimen, dan remineralisasi dalam hal mengubah fungsi buffer
dari sistem air yang berperan dalam menggambarkan eutrofikasi ditekankan dalam
model. Selain itu, model menampilkan perubahan keseluruhan dalam sbudget dan
fluks dari variabel tersebut yang dapat dibandingkan dengan mengintegrasikan
langkah-langkah. Data budget fitoplankton, BOD sedimen, laju pengendapan, input
dan output dari N perkiraan total dan P sanagt diperlukan dalam membangun model
kotak ini dalam jangka panjang.
2.2 Metode GIS (review jurnal Xu et al. 2001)
Sistem informasi geografis (SIG)
merupakan salah satu metode yang serimg digunakan dalam pendugaan status
eutrofikasi di danau, dimana metode ini dapat memberikan gambaran sebaran
kondisi eutrofikasi secara spasial pada lingkungan danau. Pada awalnya metode
pendugaan status eutrofikasi diperairan mengalami beberapa hambatan seperti
terputusnya data atau tidak adanya data time series yang dapat memberikan gambaran
umum mengenai status trofik pada suatu lingkungan perairan. Sejak tahun 1960 an
sampai 1970-an banyak percobaan yang telah dilakukan untuk mengkuantifikasi
status trofik perairan dengan menggunakan pendekatan single faktor maupun
pendekatan multi parameter.
Pendekatan status trofik dengan variabel
tunggal dapat dibagi kedalam dua bentuk yakni aspek abiotik dan biotik. Aspek
abiotik tersebut diantaranya nutrien tumbuhan (Phospat dan Nitrat), Kebutuhan
oksigen (BOD, COD) dan kecerahan sering digunakan untuk menduga tingkatan
trofik di danau. Sedangkan untuk aspek biotik yang sering digunakan adalah
sensitifitas organisme khususnya alga dan makroinvertebrata. Phytoplankton merupakan organisme yang paling umum digunakan
untuk menduga status trofik pada perairan mengalir dan tergenang. Kita ketahui
bersama bahwa dalam kondisi multi dimensional yang alami tidak terdapat faktor
tunggal yang mempengaruhi terjadinya proses eutrofikasi sehingga para peneliti
sering menggunakan pendekatan multivariat untuk menduga potensi terjadinya
eutrofikasi dalam suatu lingkungan perairan. Akan tetapi metode tersebut
mengalami beberapa kekurangan misalnya peneliti harus menjaga keberlangsungan
data time series sehingga pemetaan status tropik di danau dilaksanakan dengan
akurat. Hal ini menyebabkan biasanya para peneliti tidak dapat menjelaskan
secara eksplisit mengenai gambaran status trofik pada danau eutrofik. Pada pendugaan eutrofikasi di danau tidak
hanya membutuhkan jumlah pengukuran variabel yang banyak akan tetapi juga
membutuhkan data distribusi spasial eutrofikasi berdasarkan masing-masing
variabel yang diukur. Maka dari itu diperlukan sebuah metode yang tepat dan
peralatan yang tepat untuk mensistesis trend
spasial eutrofikasi berdasarkan parameter-parameter yang diukur. Dengan mengsintesis trend tersebut
maka dapat dihasilkan sebuah peta tematik yang menggambarkan distribusi
spasial. Untungnya hal tersebut dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan
sistem informasi geografis (SIG).
SIG
dapat digunakan untuk menampilkan beberapa opreasi analisis data spasial secara
mendasar. Keuntungan menggunakan metode ini adalah dapat memudahkan pengguna
untuk mengidentifikasi hubungan spasial antara beberapa peta. Contohnya pada
tekhnik overlay (tumpang tindih) yang didasarkan pada database yang dapat
memberikan gambaran pada daerah mana saja yang berpotensi terjadi eutrofikasi.
Jika dibandingkan dengan metode-metode yang lain pengaruh gabungan dari
beberapa varibel dapat dengan mudah ditunjukan dengan menggunakan GIS. Database
yang dibangun dalam metode ini adalah menggunakan Trophic state Indeks (TSI),
dimana metode ini terdiri dari enam parameter fisika, kimia dan biologi, yaitu
total phospat (TP), Total Nitrogen (TN),
COD, Kedalamn Secchi, Konsentrasi klorofil a (Chl-a) dan fitoplankton
biomassa digunakan untuk menjelaskan tingkatan eutrofikasi di danau. Skala
eutrofikasi 0-100 dibuat untuk mengindikasikan tujuh level kesuburan perairan
yang berbeda misalnya oligotropik, lower mesotropik, mesotropik, upper
mesotropik, eutropik, hypereutropik dan extremely hypereutrofik.
Seperti
yang telah dijelaskan diatas bahwa penggunaan teknik tumpang tindih (overlay)
merupakan metode yang paling sering digunakan dalam sistem informasi geografis
(SIG). Metode tersebut digunakan untuk membuat enam buah peta tematik untuk
menyusun peta eutrofikasi. Berikut ini terdapat beberapa langkah yang digunakan
untuk menganalisa enam peta tematik:
1. Membangun
sebuah Trophic state indeks (TSI) dengan skala 0-100 (lihat tabel 1)
2. Menerapkan
skala ordinal tersebut pada setiap pixell/cells pada setiap peta tematik.
Setiap pixel ditandai dengan nilai 0-100 berdasarkan perbandingan antara nilai
inisial dan skala eutrofikasi pada tabel 1.
3. Menganalisis
enam peta tematik secara sel dengan sel basis. Hasilnya adalah peta final yang
menggambarkan distribusi spasial tingkat eutrofikasi diperairan.
Ini
adalah rumus TSI :
Dimana:
TSITP,TSITN, TSICOD,TSISD,TSIChl-a
and TSICA adalah tingkatan eutrofikasi untuk TP, TN, COD, SD, Chl-a and CA pada enam
lapisan peta tematik; WTP, WTN, WCOD, WSD,
WChl-a and WCA adalah faktor pemberat untuk setiap
varaibel (nilainya diasumsikan 1/6 untuk setiap indikator).
2.3 Metode Assessment of Estuarine Trophic Status
(ASSETS) (Review Bricker et al. 2003)
Makalah ini menjelaskan
metodologi yang terintegrasi untuk
Penilaian Status trofik
muara (ASSET), yang
secara relatif diterapkan untuk menentukan peringkat status eutrofikasi muara dan
pesisir pantai. Model ini meliputi komponen kuantitatif dan
semi-kuantitatif dengan
menggunakan data lapangan, model
dan pengetahuan ahli untuk memberikan
gambaran mengenai indikator
tingkat Respon Tekanan
(Preassure State Response).
Sebagian besar dari konsep-konsep yang mendasari
pendekatan ini dikembangkan United States National Estuarine Eutrophication
Assessment (NEEA), yang diterapkan untuk 138 muara di daratan Amerika Serikat.
Metodologi inti bergantung pada
tiga alat diagnostik: indeks heuristik tekanan (Pengaruh Manusia Secara keseluruhan), evaluasi gejala berbasis tingkatan trofik (Keseluruhan Kondisi Eutrophic), dan indikator respon manajemen (Definisi penampakan Masa Depan).
tiga alat diagnostik: indeks heuristik tekanan (Pengaruh Manusia Secara keseluruhan), evaluasi gejala berbasis tingkatan trofik (Keseluruhan Kondisi Eutrophic), dan indikator respon manajemen (Definisi penampakan Masa Depan).
Baru-baru
ini, metodologi ini telah diperluas dan disempurnakan dalam penerapannya pada beberapa muara sungai
di Eropa, pendekatan yang lebih kuantitatif ke beberapa
konsep metrik telah dilaksanakan.
Secara khusus, penilaian tekanan dilakukan dengan cara sederhana
menggunakan teknik pemodelan, membandingkan beban nutrisi
antropogenik dengan konsentrasi alami, dan kriteria
kuantitatif untuk klasifikasi
status sistem berdasarkan gejala yang berbeda. Metode ini sering digunakan untuk menduga terjadinya
eutrofikasi pada daerah muara sungai dan daerah pesisir laut. Metode sebelumnya
dalam pendugaan terjadinya eutrofikasi diperairan adalah dengan mengetahui
kecerahan perairan, nutrien, klorofil a dan perkembangan nutrien berdasarkan
sistem klasifikasi, akan tetapi dalam beberapa dekade terakhir ini telah
diketahui bahwa proses eutrofikasi dapat
terjadi secara tersembunyi maksudnya adalah boleh jadi dalam suatu perairan
terjadi peningkatan beban nutrien akan tetapi tidak menjadi satu-satunya alasan
untuk terjadinya eutofikasi dan sebaliknya boleh jadi dalam suatu perairan memiliki
masukan nutrien yang rendah tapi tidak menutup kemungkinan perairan tersebut
berpotensi terjadi eutrofikasi. nutrient adalah
penyebab utama, tetapi ada faktor
lain yang menentukan tingkat tertinggi dan jenis ekspresi
gejala eutrophic dalam muara termasuk pertukaran pasang surut, aliran air
tawar, dll. Selama beberapa
dekade terakhir, peningkatan upaya
penelitian dan diskusi pada
proses eutrofikasi pesisir
telah maju pemahaman kita tentang masalah, dan menghasilkan rekomendasi untuk perbaikan
dan penelitian yang diusulkan.
Lebih
lanjut, kebutuhan untuk
mengevaluasi status eutrofikasi
sistem muara dan
pesisir, dalam rangka untuk mendukung definisi kebijakan, telah menyebabkan pengembangan metode yang berbeda yang menggunakan gejala berbasis penilaian multiparameter. Contoh terkenal adalah United
States National Estuarine Eutrophication Assessment
(NEEA) (Bricker et al., 1999) dan prosedur Komprehensif
OSPAR.
Pendekatan
NEEA menggunakan kombinasi gejala primer dan sekunder untuk menarik suatu Kondisi Eutrophic Keseluruhan (OEC) indeks, yang kemudian dikaitkan
dengan ukuran Pengaruh Manusia Keseluruhan (OHI) dan Definisi penampakan Masa
Depan (DFO). Pendekatan ini
berisi komponen-komponen penting dari Tekanan (OHI)-tingkat (OEC)-Respon (DFO) model, meskipun
OHI juga mencerminkan aspek dari keadaan sistem, karena itu termasuk kerentanan metrik (Gambar 1).
Dalam
makalah ini kami menguraikan metodologi NEEA yang dikembangkan oleh Bricker et al. (1999),
dan memperluasnya untuk:
1.
menerapkan
pendekatan pemodelan yang didasarkan
pada kontribusi relatif antropogenik
beban nutrien alami
untuk meningkatkan estimasi
tekanan (OHI);
2.
menggabungkan
database relasional, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan kriteria statistik dalam prosedur yang lebih kuantitatif untuk penentuan nilai parameter untuk evaluasi negara (OEC).
1. Stage 1
(preassure)
Overall
Human Influence (OHI) =f (Susceptibility + Nutrien Input)
Susceptibility
= (Dillution Potential + Flushing Potetntial)
2. Stage 2
(State)
Overall
Eutrophic Condition (OEC) = f(Primary Symptom + Secondary Symptom)
Prymary
Symptom = f(Clha + Epiphytes + Macroalgae)
Secondary Symptom = f(Diss O2 + SAV + NTB)
Secondary Symptom = f(Diss O2 + SAV + NTB)
3. Determinning
Future Outlook (DFO) = f(Susceptibility + Future Nutrien Preassure)
III. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang
bisa diambil dari makalah ini adalah :
1. Pendugaan
potensi eutrofikasi dalam eksosistem perairan biasanya menggunakan tiga metode
yaitu metode box, sistem isnformasi georgrafis dan Assessment of Estuarine
Trophic Status (ASSETS).
2. Pendugaan
eutrofikasis secara sederhana adalah dengan cara melihat gejala-gejala
lingkungan seperti kualiatas perairan (misalnya kecerahan air, warna air,
banyaknya makrofita yang tumbuh dll.) dan banyaknya sumber input nutrien ke
perairan.
3. Setiap
model digunakan tergantung kebutuhan peneliti dan kerumitan masaalah
eutrofikasi yang sedang akan dihadapi.
4. Metode
pendekatan terpadu adalah metode yang sangat cocok digunakan pada daerah-daerah
dengan tingkta kesulitan yang tinggi.
5. Penggunaan
sistem informasi geografis (SIG) dalam pendugaan status eutrofik suatu perairan
sangatlah penting untuk melihat distribusi spasial pada setiap variabel.
Saran
untuk makalah ini adalah perlunya
penjelasan yang lebih mendalam mengenai setiap proses dan teknik-teknik
pengoperasian model yang telah disebutkan diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Bricker, J.G. Ferreira , T. Simas. 2003. An integrated
methodology for assessment of
estuarine trophic status. Ecological Modelling 169
39–60.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah
kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Humborg,
Christoph .Katja Fennel Marianna
Pastuszak, Wolfgang Fennel. 2000. A box model approach for a long-term
assessment of estuarine eutrophication, Szczecin Lagoon, southern Baltic.
Journal of Marine Systems 25 2000 387–403.
Karydis,
2009. Eutrophication assessment of coastal waters based on Indicators: a literature review. Global NEST
Journal, Vol 11, No 4, pp 373-390
Nixon,
S.W., 1995. Coastal marine eutrophication: a definition, social causes, and
future concerns. Ophelia 41, 199–219.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar