Selasa, 29 Mei 2012

Model-Model Penduga Proses Eutrofikasi


Bagi yang mengkopi file ini tolong ditulis sumbernya yah...

MAKALAH
PENDUGAAN EUTROFIKASI DI PERAIRAN




R O B I N
C251100061





PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Eutrofikasi  merupakan salah satu masalah utama pada lingkungan perairan dimana beban nitrogen dan Phospor dari sungai telah menigkatkan jumlah beban masukan nutrien di perairan lebih dari 4 kali lipat yang pernah diprediksikan oleh martin et al (1981) atau 2-20 kali lipat (kasus N) yang terjadi pada daerah-daerah beriklim sedang jika dibandingkan pada masa sebelum terjadinya revolusi industri. Gangguan antropogenik telah menyebabkan peningkatan masukan sungai nitrogen (N) dan fosfor (P) untuk perairan pesisir di seluruh dunia, menyebabkan eutrofikasi yang cukup besar dan peningkatan frekuensi perkembangan  gangguan alga yang beracun.
Eutrofikasi dapat didefinisikan sebagai pengkayaan (enrichment) pada badan perairan karena adanya masukan nutrien/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktifitas primer perairan. Nutrien yang dimaksud dalam hal ini  adalah nitrogen (N) dan fosfor (P) (Effendi, 2003). Proses eutrofikasi sendiri pada dasarnya merupakan proses alami yang akan terjadi pada setiap perairan tergenang, namun proses terjadinya akan memakan waktu yang cukup lama. Tetapi seiring dengan meningkatnya aktivitas yang ada di sepanjang badan air atau sungai yang memberikan masukan berupa unsur hara yang terus menerus ke dalam badan air, maka proses eutrofikasi menjadi dipercepat yang disebabkan oleh menurunnya kemampuan badan air untuk melakukan pulih diri (self purification). Berikut ini adalah proses terjadinya eutrofikasi:


Perubahan besar yang terjadi dalam komposisi dan struktur trofik ekosistem (misalnya, komunitas plankton) dari lingkungan pesisir yang sangat tergantung dengan ukuran besar sungai telah dikaitkan dengan perubahan rasio  Si: N: P yang disebabkan oleh kelebihan N dan P , eutrofikasi kultural. Perubahan ini karena emisi dari sumber-sumber buatan manusia yang menyebar pada daerah bantaran sungai dan mengakibatkan peningkatan pasokan bahan organik, yang akhirnya memicu terjadinya eutrofikasi di pesisir. Akibatnya terjadi kekurangan oksigen secara luas di dasar perairan dan sedimen laut yang disertai dengan perubahan struktur komunitas organisme bentik. Pada beberapa daerah yang telah berhasil diamati kejadian eutrofikasi dapat membunuh ikan dalam skala besar.
            Efek jangka panjang dari eutrofikasi adalah pengayaan bahan organik dalam sedimen. Penelitian modern difokuskan pada dampak ekologis dari perubahan fluks biogeokimia di zona pesisir dan di air tawar serta yang terjadi pada tatanan sistem laut. Kondisi seperti ini telah telah berhasil diprediksi terutama untuk fluks nutrien yang secara biogeochemical penting untuk aplikasi pengelolaan lingkungan (Nixon, 1995).
Pendugaan status trofik suatu perairan telah lama dilakukan oleh banyak peneliti di seluruh dunia. Pendugaan status trofik suatu ekosistem dilakukan untuk mencegah terjadinya eutrofikasi di perairan dengan melihat gejala-gejala yang tampak ataupun dengan melakukan pengukuran secara langsung atau melalui pendugaan dengan menggunakan metode penginderaan jauh.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan  dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran singkat mengenai beberpa metode pendugaan tingkatan trofik dalam ekosistem perairan sedangkan manfaatnya adalah memberikan informasi mengenai beberapa metode pendugaan tingkatan trofik perairan yang banyak digunakan di seluruh dunia.





II. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Pendugaan Proses Eutrofikasi (Karydis, 2009)
Konsep manajemen menurut EEA (Europan Envirormnental Agency) menjelaskan bahwa suatu indikator adalah sebuah ukuran, nilai kuantitatif secara umum yang dapat digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan sebuah fenomena yang kompleks secara sederhana, termasuk kecenderungan dan kemajuan dari waktu ke waktu". Indikator kualitas lingkungan terfokus pada kualitas air, keanekaragaman spesies, nutrien dan konsentrasi klorofil α, pembilasan kualitas air dan pasang surut.
Tujuan utama menggunakan indikator lingkungan adalah  penilaian integritas ekosistem. Pesisir adalah lingkungan yang sangat dinamis karena dipengaruhi oleh  input terestrial, alami dan antropogenik, serta dari Inshore pertukaran air lepas pantai, kondisi cuaca dan arus yang disebabkan oleh angin. Selain itu, batimetri pesisir mempersulit respon sistem untuk berbagai masukan. Semua  mekanisme fisik dan fakta bahwa transformasi hara, serapan hara dan pertumbuhan fitoplankton melanjutkan pada tingkat tinggi, menunjukkan bahwa status trofik dari suatuwilayah pesisir tidak harus dianggap sebagai entitas hampir statis . Pada perairan sungai dan danau input nutrien antropogenik merupakan faktor utama penyebab eutrofikasi. Oleh karena itu jelas bahwa indikator eutrofikasi harus menyerap sejumlah besar data melalui ruang dan waktu sehingga kondisi rata-rata di daerah tersebut dapat diperkirakan.
Penilaian kuantitatif eutrofikasi bukanlah pendekatan yang mudah meskipun efek variabel penyebab fenomena tersebut telah didefinisikan dengan baik dan dinamika eutrofikasi telah dipahami dengan baik dari waktu ke waktu. Meskipun parameter yang terlibat dapat dengan mudah diukur secara rutin, ada sejumlah kelemahan terkait dengan
masalah mengukur kondisi eutrofik. (a) sulit untuk membedakan antara nutrien dari sistem dan nutrien dari aktivitas manusia atau antara sumber-sumber alami dan antropogenik (b) fenomena ini dijelaskan oleh sejumlah variabel seperti nitrat,, amonia nitrit, fosfat klorofil, biomassa fitoplankton dan transparansi air, sebagian besar variabel ini saling terkait (c) distribusi variabel menyimpang dari normalitas (d) siklus tahunan nutrien dan fitoplankton menginduksi rentang yang luas dan tumpang tindih dalam nilai-nilai parametrik. Kesulitan tambahan juga muncul dari algoritma yang digunakan selama pemrosesan data.
Banyak indeks telah diusulkan untuk klasifikasi perairan pesisir menjadi jenis air oligotrophic, mesotrophic dan eutrophic karena mereka memiliki kebaikan meringkas informasi lapangan yang luas dan produktif. Indeks abiotik biasanya didasarkan pada nilai-nilai nutrien; rasio N / P dalam badan air telah digunakan untuk menentukan kondisi eutrophic. Algoritma hara dirancang untuk menilai status trofik juga telah dilaporkan (Karydis, 2009) dan variabel nutrien juga telah diusulkan sebagai indikator kondisi trofik. Informasi serupa telah diberikan tentang konsentrasi klorofil. Jumlah sel fitoplankton juga merupakan indikator untuk menilai status trofik, meskipun jumlah sel dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan eksternal.
Penggunaan indikator ekologi yang menggambarkan kekayaan spesies dan keragaman spesies sebagai indikator pencemaran telah diperkenalkan oleh banyak peneliti sejak tahun tujuh puluhan. Indikator-indikator ini memberikan informasi tentang struktur komunitas dan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Indeks keanekaragaman juga telah diusulkan oleh Mihnea (1985) atas dasar bahwa nilai-nilai keberagaman sebagai peningkatan produktivitas menurun.
Selain menduga proses eutrofikasi dengan beberapa cara sederhana seperti yang dijelaskan diatas, proses eutrofikasi juga dapat diprediksi dengan menggunakan beberapa model yang menjelaskan proses terjadinya eutrofikasi secara menyeluruh dan dapat memberikan gambaran sederhana terhadap proses eutrofikasi yang kompleks. Berikut ini beberapa model yang sering digunakan dalam pendugaan eutrofikasi.
2.1 Model Kotak (review jurnal Humborg et al. 2000)
Pengelolaan zona pesisir yang efisien memerlukan dasar ilmiah yang kuat dan harus  melibatkan riset untuk menggambarkan dinamika sistem alam dan sosial. Dalam rangka untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang proses penting yang terjadi di lingkungan, kita harus mengetahui besarnya perubahan dan mekanisme umpan balik yang mengendalikan sebuah proses dalam lingkungan perairan Misalnya, untuk menilai perubahan dampak dampak pola debit nutrie dari sungai ke pesisir, deskripsi dari sumber nutrien alami dan antropogenik yang tenggelam dalam subsistem air dari daerah drainase sangatlah diperlukan diperlukan. Ini berarti pemodelan yang melibatkan deskripsi dari siklus biogeokimia perairan yang terganggu dan tidak terganggu secara spasial dan temporal relevan skala dan estimasi fluks dan budget nutrien. Model dari berbagai jenis yang tersedia, yang menjelaskan model sirkulasi secara rinci yang menggabungkan proses kimia-biologi sangat ideal menggunakan model kotak. Namun hal ini sangat tergantung kebutuhan peneliti, Karena kebutuhan yang berbeda-beda seperti kemampuan komputer, skala waktu kemudian jenis masalah yang sedang dihadapi. Semua alasan tersebut menentukan model mana yang paling disukai dalam penelitian.  Penilaian efek dari pembuangan nutrien di wilayah pesisir pada dasarnya memerlukan analisis jangka panjang. Efek parah eutrofikasi telah diamati selama beberapa dekade. Oleh karena itu, langkah pertama untuk pemodelan fluks unsur hara untuk aplikasi manajemen adalah penjabaran dari model kotak, yang mengabaikan proses eutrofikasi jangka pendek.
Studi mengenai pendugaan status trofik perairan dalam jangka panjang adalah dengan melihat peningkatan jumlah biomassa phytoplankton akibat pengayaan bahan-bahan organik pada badan air dan sedimen. Model dari dinamika biogeokimia termasuk salah satu proses kunci produktifitas, akumulasi bahan organik di sedimen dan perubahan bentuk unsur hara pada proses remineralisasi. Model box menjelaskan secara lebih rinci mengenai siklus N dan P termasuk hubungan secara stoichiometrik elemen biogeokimia  seperti oksigen dan sulfur.
Keunggulan Model Box:
1.      Sering digunakan untuk menduga kejadian eutrofikasi kompleks pada daerah-daerah yang terjadi siklus nutrien ekstrim misalnya daerah estuari.
2.      Dapat menduga potensi terjadinya eutrofikasi dari muatan nutrien di badan air dan di yang terkumpul dalam sedimen.
3.      Dapat mendiskripsikan secara sederhana proses biogeokimia di perairan misalnya fluks nutrien dan budgets.
4.      Digunakan untuk menduga potensi kejadian eutrofikasi dalam jangka panjang.
Berikut ini dapat dilihat model sketsa dari model box.
Gambar 1. Sketsa BOX model. State variables in circles _see Table 2., river-Ntot.–Ptot.sriver nutrient input, exp. Ntot–Ptot.snutrient export to the Baltic Sea, ass.sassimilation of nutrients by autotrophs in relation to the solar radiationssolar. radiat., mort.sphytoplankton mortality, sed.ssedimentation of detritus and phytoplankton, deni.sdenitrification in relation to _1. temperature _temp.., _2. Oxygen concentration _O2 ., and _3. refractory nitrogen detritus _DNref . concentration, slow remin.sslow remineralization in relation to _1. temperature _temp.., and _2. oxygen concentration _O2 ., rapid remin.srapid remineralization in relation to _1. temperature _temp.., _2.
oxygen concentration _O2 ., and _3. refractory nitrogen detritus _DNref . concentration, mix.swind induced mixing of the water column and sediment layer.


Jika seandainya Y adalah laju eutrofikasi maka Y dapat dirumuskan secara sederhana dengan menggunakan model box sederhana diatasadalah interkasi antara fluks N dan P di badan air dan di sedimen, maka persamaannya adalah:

DIN = f(DNiable-Dnref).......................................................................... (1)
DIP  = f(DPiable-Dpref).......................................................................... (2)
Phy(P,N)=f(Solar Ligth+TP,TN)............................................................. (3)

Y =  f(Ntotal + Ptotal)-{(DIN + DIP + Nphy) – (DN+DP)}







Tingkat kompleksitas dari model ekosistem disajikan di sini adalah sengaja dibatasi hanya beberapa variabel yang relevan untuk eutrofikasi dan untuk membuat model operasional jangka panjang. Pendekatan Model kotak sederhana menggambarkan perubahan mendasar dalam sistem muara sebagai respon terhadap peningkatan pasokan bahan organik.
Sebaliknya, efek seperti pengayaan bahan organik, pengendapan bahan organik di sedimen, dan remineralisasi dalam hal mengubah fungsi buffer dari sistem air yang berperan dalam menggambarkan eutrofikasi ditekankan dalam model. Selain itu, model menampilkan perubahan keseluruhan dalam sbudget dan fluks dari variabel tersebut yang dapat dibandingkan dengan mengintegrasikan langkah-langkah. Data budget fitoplankton, BOD sedimen, laju pengendapan, input dan output dari N perkiraan total dan P sanagt diperlukan dalam membangun model kotak ini dalam jangka panjang.
2.2 Metode GIS (review jurnal Xu et al. 2001)
Sistem informasi geografis (SIG) merupakan salah satu metode yang serimg digunakan dalam pendugaan status eutrofikasi di danau, dimana metode ini dapat memberikan gambaran sebaran kondisi eutrofikasi secara spasial pada lingkungan danau. Pada awalnya metode pendugaan status eutrofikasi diperairan mengalami beberapa hambatan seperti terputusnya data atau tidak adanya data time series yang dapat memberikan gambaran umum mengenai status trofik pada suatu lingkungan perairan. Sejak tahun 1960 an sampai 1970-an banyak percobaan yang telah dilakukan untuk mengkuantifikasi status trofik perairan dengan menggunakan pendekatan single faktor maupun pendekatan multi parameter.
Pendekatan status trofik dengan variabel tunggal dapat dibagi kedalam dua bentuk yakni aspek abiotik dan biotik. Aspek abiotik tersebut diantaranya nutrien tumbuhan (Phospat dan Nitrat), Kebutuhan oksigen (BOD, COD) dan kecerahan sering digunakan untuk menduga tingkatan trofik di danau. Sedangkan untuk aspek biotik yang sering digunakan adalah sensitifitas organisme khususnya alga dan makroinvertebrata. Phytoplankton  merupakan organisme yang paling umum digunakan untuk menduga status trofik pada perairan mengalir dan tergenang. Kita ketahui bersama bahwa dalam kondisi multi dimensional yang alami tidak terdapat faktor tunggal yang mempengaruhi terjadinya proses eutrofikasi sehingga para peneliti sering menggunakan pendekatan multivariat untuk menduga potensi terjadinya eutrofikasi dalam suatu lingkungan perairan. Akan tetapi metode tersebut mengalami beberapa kekurangan misalnya peneliti harus menjaga keberlangsungan data time series sehingga pemetaan status tropik di danau dilaksanakan dengan akurat. Hal ini menyebabkan biasanya para peneliti tidak dapat menjelaskan secara eksplisit mengenai gambaran status trofik pada danau eutrofik. Pada pendugaan eutrofikasi di danau tidak hanya membutuhkan jumlah pengukuran variabel yang banyak akan tetapi juga membutuhkan data distribusi spasial eutrofikasi berdasarkan masing-masing variabel yang diukur. Maka dari itu diperlukan sebuah metode yang tepat dan peralatan yang tepat untuk mensistesis  trend spasial eutrofikasi berdasarkan parameter-parameter yang diukur. Dengan mengsintesis trend tersebut maka dapat dihasilkan sebuah peta tematik yang menggambarkan distribusi spasial. Untungnya hal tersebut dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG).
SIG dapat digunakan untuk menampilkan beberapa opreasi analisis data spasial secara mendasar. Keuntungan menggunakan metode ini adalah dapat memudahkan pengguna untuk mengidentifikasi hubungan spasial antara beberapa peta. Contohnya pada tekhnik overlay (tumpang tindih) yang didasarkan pada database yang dapat memberikan gambaran pada daerah mana saja yang berpotensi terjadi eutrofikasi. Jika dibandingkan dengan metode-metode yang lain pengaruh gabungan dari beberapa varibel dapat dengan mudah ditunjukan dengan menggunakan GIS. Database yang dibangun dalam metode ini adalah menggunakan Trophic state Indeks (TSI), dimana metode ini terdiri dari enam parameter fisika, kimia dan biologi, yaitu total phospat (TP), Total Nitrogen (TN),  COD, Kedalamn Secchi, Konsentrasi klorofil a (Chl-a) dan fitoplankton biomassa digunakan untuk menjelaskan tingkatan eutrofikasi di danau. Skala eutrofikasi 0-100 dibuat untuk mengindikasikan tujuh level kesuburan perairan yang berbeda misalnya oligotropik, lower mesotropik, mesotropik, upper mesotropik, eutropik, hypereutropik dan extremely hypereutrofik.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa penggunaan teknik tumpang tindih (overlay) merupakan metode yang paling sering digunakan dalam sistem informasi geografis (SIG). Metode tersebut digunakan untuk membuat enam buah peta tematik untuk menyusun peta eutrofikasi. Berikut ini terdapat beberapa langkah yang digunakan untuk menganalisa enam peta tematik:
1.      Membangun sebuah Trophic state indeks (TSI) dengan skala 0-100 (lihat tabel 1)
2.      Menerapkan skala ordinal tersebut pada setiap pixell/cells pada setiap peta tematik. Setiap pixel ditandai dengan nilai 0-100 berdasarkan perbandingan antara nilai inisial dan skala eutrofikasi pada tabel 1.
3.      Menganalisis enam peta tematik secara sel dengan sel basis. Hasilnya adalah peta final yang menggambarkan distribusi spasial tingkat eutrofikasi diperairan.
Ini adalah rumus TSI :

Dimana: TSITP,TSITN, TSICOD,TSISD,TSIChl-a and TSICA adalah tingkatan eutrofikasi untuk  TP, TN, COD, SD, Chl-a and CA pada enam lapisan peta tematik; WTP, WTN, WCOD, WSD, WChl-a and WCA adalah faktor pemberat untuk setiap varaibel (nilainya diasumsikan 1/6 untuk setiap indikator).

2.3 Metode Assessment of Estuarine Trophic Status (ASSETS) (Review Bricker et al. 2003)
Makalah ini menjelaskan metodologi yang terintegrasi untuk Penilaian Status trofik muara (ASSET), yang secara relatif diterapkan untuk menentukan peringkat status eutrofikasi muara dan pesisir pantai. Model ini meliputi komponen kuantitatif dan semi-kuantitatif dengan menggunakan data lapangan, model dan pengetahuan ahli untuk memberikan gambaran mengenai indikator  tingkat Respon Tekanan (Preassure State Response).
Sebagian besar dari konsep-konsep yang mendasari pendekatan ini dikembangkan United States National Estuarine Eutrophication Assessment (NEEA), yang diterapkan untuk 138 muara di daratan Amerika Serikat. Metodologi inti bergantung pada
tiga alat diagnostik: indeks heuristik tekanan (Pengaruh Manusia Secara keseluruhan), evaluasi gejala berbasis tingkatan trofik (Keseluruhan Kondisi Eutrophic), dan indikator respon manajemen (Definisi penampakan Masa Depan).
Baru-baru ini, metodologi ini telah diperluas dan disempurnakan dalam penerapannya pada beberapa muara sungai di  Eropa, pendekatan yang lebih kuantitatif ke beberapa konsep metrik telah dilaksanakan. Secara khusus, penilaian tekanan dilakukan dengan cara sederhana menggunakan teknik pemodelan, membandingkan beban nutrisi antropogenik dengan konsentrasi alami, dan kriteria kuantitatif untuk klasifikasi status sistem berdasarkan gejala yang berbeda. Metode ini sering digunakan untuk menduga terjadinya eutrofikasi pada daerah muara sungai dan daerah pesisir laut. Metode sebelumnya dalam pendugaan terjadinya eutrofikasi diperairan adalah dengan mengetahui kecerahan perairan, nutrien, klorofil a dan perkembangan nutrien berdasarkan sistem klasifikasi, akan tetapi dalam beberapa dekade terakhir ini telah diketahui bahwa proses eutrofikasi dapat terjadi secara tersembunyi maksudnya adalah boleh jadi dalam suatu perairan terjadi peningkatan beban nutrien akan tetapi tidak menjadi satu-satunya alasan untuk terjadinya eutofikasi dan sebaliknya boleh jadi dalam suatu perairan memiliki masukan nutrien yang rendah tapi tidak menutup kemungkinan perairan tersebut berpotensi terjadi eutrofikasi. nutrient adalah penyebab utama, tetapi ada faktor lain yang menentukan tingkat tertinggi dan jenis ekspresi gejala eutrophic dalam muara termasuk pertukaran pasang surut, aliran air tawar, dll. Selama beberapa dekade terakhir, peningkatan upaya penelitian dan diskusi pada proses eutrofikasi pesisir telah maju pemahaman kita tentang masalah, dan menghasilkan rekomendasi untuk perbaikan dan penelitian yang diusulkan.
Lebih lanjut, kebutuhan untuk mengevaluasi status eutrofikasi sistem muara dan pesisir, dalam rangka untuk mendukung definisi kebijakan, telah menyebabkan pengembangan metode yang berbeda yang menggunakan gejala berbasis penilaian multiparameter. Contoh terkenal adalah United States National Estuarine Eutrophication Assessment (NEEA) (Bricker et al., 1999) dan prosedur Komprehensif OSPAR.
Pendekatan NEEA menggunakan kombinasi gejala primer dan sekunder untuk menarik suatu Kondisi Eutrophic Keseluruhan (OEC) indeks, yang kemudian dikaitkan dengan ukuran Pengaruh Manusia Keseluruhan (OHI) dan Definisi penampakan Masa Depan (DFO). Pendekatan ini berisi komponen-komponen penting dari Tekanan (OHI)-tingkat (OEC)-Respon (DFO) model, meskipun OHI juga mencerminkan aspek dari keadaan sistem, karena itu termasuk kerentanan metrik (Gambar 1).
Dalam makalah ini kami menguraikan metodologi NEEA yang dikembangkan oleh Bricker et al. (1999), dan memperluasnya untuk:
1.      menerapkan pendekatan pemodelan yang didasarkan pada kontribusi relatif antropogenik beban nutrien alami untuk meningkatkan estimasi tekanan (OHI);
2.      menggabungkan database relasional, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan kriteria statistik dalam prosedur yang lebih kuantitatif untuk penentuan nilai parameter untuk evaluasi negara (OEC).

1.      Stage 1 (preassure)
Overall Human Influence (OHI) =f (Susceptibility + Nutrien Input)
Susceptibility = (Dillution Potential + Flushing Potetntial)
2.      Stage 2 (State)
Overall Eutrophic Condition (OEC) = f(Primary Symptom + Secondary Symptom)
Prymary Symptom = f(Clha + Epiphytes + Macroalgae)
Secondary Symptom = f(Diss O2 + SAV + NTB)
3.      Determinning Future Outlook (DFO) = f(Susceptibility + Future Nutrien Preassure)
III. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang bisa diambil dari makalah ini adalah :
1.      Pendugaan potensi eutrofikasi dalam eksosistem perairan biasanya menggunakan tiga metode yaitu metode box, sistem isnformasi georgrafis dan Assessment of Estuarine Trophic Status (ASSETS).
2.      Pendugaan eutrofikasis secara sederhana adalah dengan cara melihat gejala-gejala lingkungan seperti kualiatas perairan (misalnya kecerahan air, warna air, banyaknya makrofita yang tumbuh dll.) dan banyaknya sumber input nutrien ke perairan.
3.      Setiap model digunakan tergantung kebutuhan peneliti dan kerumitan masaalah eutrofikasi yang sedang akan dihadapi.
4.      Metode pendekatan terpadu adalah metode yang sangat cocok digunakan pada daerah-daerah dengan tingkta kesulitan yang tinggi.
5.      Penggunaan sistem informasi geografis (SIG) dalam pendugaan status eutrofik suatu perairan sangatlah penting untuk melihat distribusi spasial pada setiap variabel.
Saran untuk makalah ini adalah  perlunya penjelasan yang lebih mendalam mengenai setiap proses dan teknik-teknik pengoperasian model yang telah disebutkan diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Bricker,  J.G. Ferreira , T. Simas. 2003. An integrated methodology for assessment of
estuarine trophic status. Ecological Modelling 169 39–60.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Humborg, Christoph .Katja Fennel  Marianna Pastuszak, Wolfgang Fennel. 2000. A box model approach for a long-term assessment of estuarine eutrophication, Szczecin Lagoon, southern Baltic. Journal of Marine Systems 25 2000 387–403.

Karydis, 2009. Eutrophication assessment of coastal waters based on  Indicators: a literature review. Global NEST Journal, Vol 11, No 4, pp 373-390

Nixon, S.W., 1995. Coastal marine eutrophication: a definition, social causes, and future concerns. Ophelia 41, 199–219.

Xu, Fu-Liu, Shu Tao, R.W. Dawson, Beng-Gang Li. 2001.A GIS-based method of lake eutrophication assessment. Eco

Tidak ada komentar:

Posting Komentar