Dilarang Mengkopi file ini tanpa menyebutkan sumbernya
Penggunaan Larva Ephemeroptera sebagai Indikator Pencemaran Bahan Organik pada Ekosistem Sungai dan Potensi Pembuatan Biokriteria Lokal untuk Perairan Sungai
(Studi Kasus Sungai Ciliwung)
Penelitian Tesis Robin S.Pi
(Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan)
(Sekolah Pasca Sarjana IPB)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pencemaran
perairan merupakan salah satu isu lingkungan yang menjadi permasalahan utama
pada beberapa negara berkembang. Pencemaran dapat timbul sebagai akibat
kegiatan manusia (antropogenik) ataupun dapat terjadi secara alamiah. Adanya
kegiatan manusia yang tidak terkendali telah memicu terjadinya pencemaran
lingkungan yang tidak terkendali pula. Aktivitas antropogenik secara dramatik
mengubah regim dari input bahan organik, nutrien, maupun logam berat ke dalam
ekosistem sungai melalui perubahan penggunaan lahan maupun urbanisasi (Singer
& Battin, 2007). Adanya pencemaran organik dan kontaminasi logam berat ke
ekosistem sungai telah diketahui dapat memberikan dampak negatif bagi
kestabilan komunitas makroinvertebrata di perairan. Pengaruh
bahan polutan tersebut mungkin mengurangi keanekaragaman spesies, kepadatan,
dan hilangnya spesies yang tergolong sensitif (Timm et, al ; Chakrabarty & Das, 2006).
Ephemeroptera merupakan organisme
yang menempati habitat air mengalir khususnya pada dasar batuan. Pada habitat
seperti ini kelimpahan Ephemeroptera sangat besar yang merupakan bagian yang
sangat penting dari produksi hewan, dimana perannya sebagai pengumpul (Colectors), pengerik (scrapers), Grazer dan sebagai pemakan detritus dan alga serta pemakan
makrophita dan beberapa berperan sebagai pengurai (Epele et al, 2011). Organisme ini
juga merupakan bagian dari bahan makanan seperti ikan, hewan amphibi dan burung.
Hal ini menunjukan bahwa organisme ini juga merupakan salah satu faktor penting
penyusun jaring-jaring makanan di perairan. Ephemeroptera dapat digunakan dalam
studi pendugaan ekologi dalam hal sebagai indikator terjadinya tekanan pada
lingkungan perairan. Selanjutnya oraganisme ini juga dapat digunakan untuk melihat
dampak perubahan iklim. Menggunakan serangga makroinvertebrata khususnya larva
Ephemeroptera telah banyak digunakan dalam penentuan status
pencemaran suatu perairan khususnya perairan mengalir yang
selama ini di indonesia masih belum banyak dikenal dalam penentuan status
kualitas suatu perairan.
Sungai Ciliwung merupakan sungai
lintas provinsi yang secara administratif berada dalam wilayah provinsi Jawa
Barat dan DKI Jakarta. Sungai ini bersumber dari telaga warna di kaki gunung
Pangrango daerah puncak kabupaten Bogor, yang mengalir melalui kota Bogor, kota
Depok, dan bermuara di Teluk Jakarta. Luas daerah aliran sungai (DAS) 425 Km2.
Sungai ini merupakan sungai yang sangat vital untuk memenuhi kebutuhan air baku
masyarakat Jawa Barat dan DKI jakarta. Namun sungai beserta anak-anak sungai
ini mengalir melalui daerah pedesaan, perkotaan, industri dan persawahan,
sehingga kualitas air sungai ini terutama diwilayah DKI Jakarta sudah tercemar
sangat berat. Sungai Ciliwung termasuk dalam salah satu sungai besar di daerah
Jawa Barat yang memiliki aspek penting bagi sektor pertanian (irigasi),
industri, maupun bahan baku air minum untuk daerah Jakarta (Kido et al. 2009). Berdasarkan kajian
ekologis yang dilakukan oleh BPLHD Jawa Barat tahun 2006 menunjukkan kualitas sungai
Ciliwung di bagian hulu (Cisarua) hingga hilir (Ancol) telah mengalami
pencemaran organik yang relatif tinggi (DO dari 0,2 mg/l - 8
mg/l, TOM dari 0,02 mg/l - 0,1 mg/l, TSS dari 0,01 - 0,6 mg/l). Penelitian Kido
et al. (2009) menunjukkan sungai
tersebut juga tercemar oleh logam merkuri (0,23 - 0,30 ppb), bisphenol A (0,46 - 0,83
µg/l) dan alkil fenol (33,2 - 191,4 µg/l) yang cukup tinggi. Sumber
pencemar yang berpotensi menurunkan kualitas air sungai Ciliwung berasal dari
sistem drainase dari masukan limbah rumah tangga, pertanian/sawah, peternakan,
dan industri (Kido et al. 2009).
Adanya pencemaran yang terjadi di Sungai Ciliwung diduga
akan mengganggu keseimbangan ekologi dari larva Ephemeroptera dan berpotensi
menurunkan integritas ekologi sungai tersebut secara keseluruhan. Oleh sebab
itu diperlukan penelitian yang bertujuan untuk mengungkap pengaruh aktivitas
antropogenik pada sungai Ciliwung terhadap struktur komunitas dari larva Ephemeroptera
sebagai dasar penentuan status kualitas lingkungan sungai Ciliwung menjadi fokus
dari penelitian ini.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis perubahan struktur komunitas Ephemeroptera sebagai akibat pengaruh aktivitas antropogenik pada
setiap stasiun pengamatan dan untuk menduga status kualitas lingkungan perairan
pada setiap stasiun pengamatan berdasarkan respon dari
larva Ephemeroptera serta membuat biokriteria lokal dalam bentuk indeks biotik Ephemeroptera
untuk sungai Ciliwung.
Manfaat dari penelitian ini
adalah untuk memberikan informasi mengenai penggunaan makroinvertebrata
khususnya larva Ephemeroptera dalam
penentuan kualitas suatu lingkungan perairan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian
Sampling
penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember – Mei
2011 dan mengambil
lokasi di beberapa ruas sungai Ciliwung Jawa Barat.
Sortir organisme serta pengolahan datanya dilakukan di
Laboratorium Ekotoksikologi dan Hidrokimia, Pusat
Penelitian Limnologi LIPI Cibinong, Jawa Barat.
Titik lokasi sampling ditetapkan secara purposive yang didasarkan pada pertimbangan besarnya beban dan
sumber pencemaran yang masuk pada masing-masing stasiun pengamatan, mulai dari
site/reference site (gunung mas hingga situs yang sudah diduga terkena gangguan
sedang atau berat (stasiun cibinong).
Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di Sungai Ciliwung
Lokasi yang digunakan selama penelitian
dalam menyusun biokriteria maupun menghitung keanekaragaman larva Ephemeroptera
adalah:
1. Stasiun Gunung Mas yang terdiri dari dua
situs pengamatan (St 1) yang berfungsi
sebagai situs rujukan pada bagian hulu dengan kondisi habitat yang masih terjaga dengan baik/minim gangguan
aktivitas antropogenik
2. Stasiun Kampung Pensiunan (St.3) mewakili daerah yang sudah
mengalami gangguan oleh aktifitas perkebunan teh.
3. Stasiun Kampung Jog-jogan (St.4) mewakili daerah dari adanya
aktivitas pertanian, pemukinan penduduk,
dan perkebunan.
4. Stasiun Cibinong (St.6) mewakili daerah dengan sumber pencemar yang relatif lebih
kompleks (limbah domestik, perkotaan dan industri).
|
|
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan selama
penelitian meliputi alat untuk pengukuran kualitas air yaitu current meter,
water quality checker, spektrofotometer. Alat untuk mengambil
dan preparasi sampel biologi (larva Ephemeroptera) yaitu timbangan, saringan
bertingkat, jala surber, dan
mikroskop.
Bahan kimia yang digunakan meliputi:
larutan alkohol, formalin teknis, dan bahan kimia untuk analisis parameter
amonium, COD, nitrat, ortofosfat, dan alkalinitas,
Variabel (yang ditera dan kerja)
Variabel tera yang diamati pada
penelitian ini meliputi :
1.
Kualitas fisik perairan meliputi: suhu,
kecepatan arus, konduktivitas, turbiditas, dan distribusi partikel.
2.
Kualitas kimia perairan meliputi:
oksigen terlarut (DO), amonium (N-NH4), nitrat
(N-NO3), ortofosfat (O-PO4), bahan organik total (TOM),
seston, dan kebutuhan oksigen kimiawi (COD).
3.
Kualitas biologi dari komunitas larva Ephemeroptera
yaitu: struktur komunitas meliputi kepadatan, jumlah taksa, dan keragaman.
Variabel kerja yang diamati pada penelitian ini
meliputi:
1. Kualitas
habitat dengan menggunakan indeks habitat (US-EPA 1999).
2. Status
pencemaran organik di air dengan menggunakan indeks kimia Kirchoff (1991) indeks habitat dan indeks pencemaran
3.
Penilaian kualitas biologi dari Sungai
Ciliwung diprediksi dengan menggunakan indeks Stream Invertebrate
Grade Number-Average level/SIGNAL (Gooderham & Tysrlin 2002), indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener,
indeks keseragaman (Clarke & Warwick 2001), indeks biological monitoring working party/BMWP
(Armitage et al. 1983).
Penyusunan Biokriteria
Penyusunan
biokriteria local di sungai Ciliwung dengan menggunakan larva Ephemeroptera
dilakukan dengan menganalisis beberapa metrik yang diduga sensitif dalam menjelaskan
kondisi pencemaran perairan kaitannya dengan larva Ephemeroptera di perairan. Metrik-metrik
tersebut diantaranya kepadan, jumlah taxa, PTV (Polutan Tolerance Value), Skor Signal serta beberapa metik lainnya.
Dari hasil uji sensitifitas metrik-metrik tersebut dibuatlah indeks biotik
Ephemereptera yang diacu pada (Barbour, 1996).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Fisika Kimia Sungai Ciliwung
Hasil pengukuran
beberapa parameter fisika kimia di sungai ciliwung maka didapatkan kisaran
nilai dari parameter-parameter tersebut yaitu: Suhu (18,0 oC - 28,9 oC),
DO (6,2 mg/l - 8,3 mg/l), kekeruhan (3,87 NTU - 34,72 NTU), pH (6 – 2,6), COD
(4,04 mg/l - 51,36 mg/l), ammonium (0,001 mg/l
- 0,93 mg/l ), nitrat (0,23 mg/l - 20,58 mg/l), nitrit (0,001 mg/l -
0,26 mg/l), dan orthoposfat (0,01
mg/l - 0,66 mg/l). dari hasil pengukuran tersebut terdapat beberapa parameter
yang telah mengalami peningkatan yang cukup mengkhawatirkan dimana kadarnay
telah melebihi baku mutu yang ditetapkan pemerintah dalam PP RI No. 82 tahun 200,
parmeter-parameter tersebut diantaranya nitrat, nitrit, otrthoposfat dan COD.
Tingkat gangguan pada habitat dengan menggunakan
indeks habitat menunjukan stasiun 1 gunung mas masih dalam kategori
optimal/minim gangguan (176-184), stasiun kampong Pensiunan, kampung Jog-jogan
dan Cibong berada dalam kondisi marginal (65 – 90), akan tetapi pada kampong
Jog-jogan dan Cibinong nilai indeks habitatnya sudah sangat mendekati kondisi
gangguan berat (<60). Menurunnya nilai indeks habitat dari hulu hingga ke
hilir lebih banyak disebabkan oleh berkurangnnya tutupan vegetasi, erosi
disekitar lokasi sampling, tertutup atau berkurangnya batuan dasar sungai
akibat endapan sedimen atau penambangan batu dan adanya modifikasi habitat pada
bantaran sungai misalnya penturapan, bendungan dan sebagainnya.
Tingkat gangguan oleh pencemaran organic
dengan menggunakan indeks kimia menunjukan stasiun 1 (gunung mas) belum
mengalami pencemaran organic (91,75 – 91,017), kampung pensiunan dan jng
jog-jogan dalam kondisi tercemar ringan (89,25 – 74,258) sedangkan stasiun
Cibinong sudang mengalami pencemaran tingkat sedang (58,39 – 68,75). Aktivitas
antropogenik di sungai Ciliwung dapat mempengaruhi dinamika bahan organic di
sungai Ciliwung. Banyaknya pencemar organic yang masuk ke perairan sungai
Ciliwung banyak bersumber dari limbah cair rumah tangga, industry, perkotaan,
pelindihan sampah yang dibuang ataupun limpasan air dari daerah persawahan dan
perkebunan, yang diperkirakan bahwa beban pencemar BOD dan COD yang masuk ke
sungai Ciliwung mencapai 290,23 kg/hari dan 60,842/hari.
Dari perhitungan indeks pencemaran terlihat pada stasiun I
nilai IP adalah 0,86; stasiun II 2,54; Stasiun III 3,39; Stasiun IV 4,09. Dari nilai indeks pencemaran masing-masing stasiun
pengamatan dapat diketahui bahwa pada stasiun I nilai IP masih dalam kisaran
baku mutu yang dikeluarkan oleh pemerintah Kepmen LH No. 115 tahun 2003 tentang
pedoman status mutu air. Pada
stasiun II nilai IP adalah 2,54; stasiun III 3,39; stasiun IV 4,09 nilai
tersebut menunjukan bahwa pada stasiun II, III, IV telah mengalami gangguan
ringan. Alasannya adalah pada ketiga stasiun ini telah mendapatkan gangguan
baik itu dari perkebunan, pemukiman dan industri,
namun penggunaan indeks pencemaran pada perhitungan kali ini mempunyai sedikit
kekurangan dimana IP tidak dapat menunjukan secara lebih detail mengenai
perbedaan beban masukan pencemar pada stasiun II, III dan IV
Hasil analisis koresponden (CA) terhadap komunitas Ephemeroptera
yang menyebar pada empat stasiun pengamatan, kondisi ini menunjukkan bahwa
informasi mengenai komunitas ephemeroptera terpusat pada sumbu axis 2 dan 3 dengan masing-masing menjelaskan
52,05 % dan 69,08 % dari ragam total. Pengelompokan hasil analisis
korespondens dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Hasil Analisis Faktorial Korespondens
Pengelompokkan Ephemeroptera
Dari
gambar diatas dapat diketahui bahwa sebaran Ephemeroptera pada masing-masing
stasiun kebanyakan
mengelompok di pusat sumbu, hal ini sebagian
besar jenis larva Ephemeroptera ditemukan
tersebar merata pada seluruh stasiun pengamatan. Selain itu dari gambar diatas
juga menujukan bahwa terdapat beberapa jenis Ephemroptera khas yang hanya ditemukan pada stasiun tertentu dan tidak
ditemukan pada stasiun lain. Hal ini sangat erat kaitannya dengan sensitifitas individu yang dimiliki oleh jenis
tertentu, sehingga organisme tersebut sangat baik dijadikan sebagai
bioindikator perairan utamanya perairan yang masih
tergolong dalam kondisi masih baik. Ephemeroptera yang hanya terdapat pada stasiun I (reffrence site) itu seperti famili Heptagenidae
(Heptagenia, Epeorus, Cinygma,
Rhitrhogena) artinya bahwa organisme tersebut hanya bisa hidup pada
perairan yang relatif masih baik kondisinya. Isonychia sp. dan Paraletophlebiia sp. tersebar dari daerah yang masih
baik kondisi perairannya sampai pada stasiun
yang tercemar ringan (stasiun II dan III), sedangkan Hermanella sp. hanya ditemukan pada perairan yang sudah tercemar ringan
sampai tercemar sedang. Terakhir, untuk jenis Baetis sp., Callibaetis sp., Ephemerella sp., dan Drunella sp., ditemukan pada tiap stasiun pengamatan meski frekuensisya berbeda-beda selama waktu pengamatan. Pola penyebaran yang merata dari keempat jenis larva tersebut sangat dimungkinkan karena sifatnya yang cenderung
lebih toleran terhadap polusi bila dibandingkan dengan jenis lain.
Penyebaran larva Ephemeroptera pada masing-masing stasiun juga sangat erat kaitannya dengan
kondisi parameter kualitas perairan,
sehingga perlu dilakukan ordinasi langsung dengan menggunakan analisis komponen
utama (Principal Component Analysis).
Dari hasil anasis PCA terlihat bahwa parameter kualitas air tersebut
mengelompok pada stasiun tertentu sehingga membentuk sebuah kelompok parameter
kualitas air yang mencirikan masing-masing stasiun , seperti terlihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 2.
Ordinasi parameter lingkungan dengan menggunakan
Principal Component Analysis
Secara umum kualitas lingkungan akan sangat berpengaruh
terhadap komunitas makrozoobentos termasuk didalamya Ephemeroptera. Dari gambar 28 diatas terlihat bahwa pada stasiun I (gunung Mas) dan Stasisun II (Kampung Pensiunan) sangat
dipengaruhi oleh Jenis substrat berbatu, kadar oksigen terlarut dan ketinggian
lokasi sampling, sedangkan untuk stasiun III (kampung Jog-jogan) sangat
dipengaruhi oleh kesadahan, turbiditas, kondutivitas, orthoposfat dan TDS;
stasiun IV (Cibinong) sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan organik seperti
Nitrat, Nitrit, Amonium, COD dan TOM (Total Organik matter) hubungan antara paramemeter
kualitas perairan pada masing-masing stasiun tersebut dapat dijelaskan oleh
model sampai 84 % sehingga nilai kebenaran model yang dibangun sangat baik
untuk menjelaskan eratnya keterkaitan antara stasiun dan parameter lingkungan. Melihat kondisi diatas sebanarnya cukup rasional dalam menjelaskan fenomena sebaran larva Ephmeroptera pada masing-masing stasiun pengamatan, dimana
pada stasiun IV yang sangat dipengaruhi oleh beban bahan organik menujukan
pengaruh yang positif terhadap kepadatan Ephemeroptera
khususnya untuk famili Baetidae (Baetis sp. dan Callibaetis sp.), dan Genus Hermanella
sp.
Dari keempat metrik yang telah diuji sensitvitasnya tersebut maka dibuatlah
kisaran famili biotik indeks untuk penyusunan biokriteria larva Ephemeroptera,
namun dalam gambar diatas tersebut terlihat bahwa nilai metrik masing-masing stasiun
masih mengalami tumpang tindih nilai sehingga kisaran biokriterianya tidak dapat
ditentukan secara langsung. Untuk menentukan nilai biokriteria maka nilai biotik
dalam metrik dibagi kedalam percentile (0,75, 0,5, dan 0,25) dengan masing
masing nilai dalam persentil tersebut 7, 5, 3 dan 1. Nilai 7 diberikan untuk metrik
pada stasiun reffrence (kondisinya masih baik) sedangkan nilai 5, 3 dan 1
diberikan untuk stasiun dibawahnya. Dari hasil perhitungan tersebut maka
diperoleh nilai biokriteria untuk larva Ephemroptera di sungai Ciliwung adalah
sebagai berikut:
Tabel
7. Tahap Scoring
dalam Penyusunan Biokriteria
Metrik
Biologi
|
|
Nilai Skor
|
|
|
7
|
5
|
3
|
1
|
|
Jumlah skor signal
|
≥ 33
|
23 - 32
|
14 - 22
|
< 13
|
Nilai Toleransi
|
≥ 27
|
16 - 26
|
6
- 15
|
< 5
|
Jumlah Taksa
|
> 9
|
6
- 8
|
3
- 5
|
< 2
|
Kelimpahan
|
< 49
|
50 - 169
|
170 - 499
|
>500
|
Kriteria
Gangguan
|
Minimal/Belum
mengalami
gangguan
|
Gangguan
Ringan
|
Gangguan
Sedang
|
Gangguan
Berat
|
|
||||
Nilai
kisaran indeks Biotik
|
24
– 28
|
18
- 20
|
10
- 17
|
4
– 9
|
Ephemeroptera
|
||||
|
|
|
|
Pada tabel diatas terlihat bahwa ada
kisaran nilai biotik indeks yang tidak masuk dalam kisaran nilai yaitu nilai
antara 20 – 24. Kisaran ini tidak ditemukan dalam perhitungan disebabkan karena
lokasi sampling yang tidak begitu banyak. Sehingga diperlukan beberapa stasiun
pengamatan lagi untuk melengkapi kekurangan data tersebut. Dari tabel tersebut
juga terdapat kategori nilai status pencemaran, dimana penggolongan tersebut
didasarkan pada nilai perhitungan beberapa indeks lain, seperti indeks habitat,
indeks kimia dan indeks pencemaran. Hal tersebut dibuktikan dengan
mengkorelasikan nilai dari Indeks Biotik Ephemeroptera Komulatif dengan indeks
kimia, indeks habitat dan indeks pencemaran, dimana nilai korelasinya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 8.Nilai Korelasi Pearson Antara
Indeks Kimia Kirchoff, Indeks Habitat Dan Indeks Pencemaran Dengan Indeks
Biotik Ephemeroptera (IBE)
Indeks-indeks
|
|
IBE
|
Lingkungan
|
|
|
Indeks Kimia Kirchoff
|
0.71
|
|
Indeks Habitat
|
0.84
|
|
Indeks Pencemaran
|
|
-0.88
|
Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai korelasi
Pearson menunjukan nilai yang sangat baik dimana nilai korelasi Indeks kimia
Kirchoff mencapai 71 % artinya nilai kondisi pencemaran kimia perairan di sungai
Ciliwung dapat dijelaskan sebasar 71 % oleh FBI larva ephemeroptera. Begitupun
juga dengan nilai indeks habitat sebesar 84 % dan 88 % oleh indeks Pencemaran.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil pengujian beberapa indeks
lingkungan seperti indeks habitat, indeks pencemar dan indeks kimia Kirchoff
serta hasil uji sensitifitas beberapa metrik biologi Ephemeroptera membagi kondisi
lingkungan perairan sungai Ciliwung kedalam tiga kategori yaitu tidak tercemar,
tercemar ringan.
2.
Dari hasil analisis faktorial koresponden dan ordinasi analisis komponen
menunjukan bahwa terdapat beberapa jenis larva Ephemeroptera ditemukan di semua
stasiun pengamatan (famili Baetidae) dan sebagiannya lagi merupakan penciri
stasiun tertentu seperti famili Heptagenidae (untuk lingkungan yang masih baik dan
Hermanella sp. (untuk lingkungan yang
telah mengalami gangguan) dengan bahan organik dan COD sebagai pamater
lingkungan utama yang paling berpengaruh.
Saran
1. Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan
dengan perhitungan produktivitas sekudernya.
2. Sebaiknya untuk penelitian
selanjutnya penentuan mengenai jenis pencemar harus dispesifikasi untuk melihat
keterkaitannya dengan komposisi larva Ephemeroptera di lingkungan perairan.
US-EPA.1999.
Rapid Bioassessment Protocols for Use in Wadeable Streams and Rivers. EPA
841-B-99-002. U.S. EPA. Washington DC.
Armitage PD, Moss D, Wright JF, Furse MT.
1983. The Performance of a New Biological Water Quality Score System Based on
Macroinvertebrates Over a Wide Range of Polluted Running-Water Sites. Water
Research 17: 333-347.
Barbour
MT, Gerritsen J, Griffith GE, Frydenborg R, McCarron E, White JS, Bastian ML.1996.
A Framework for Biological Criteria for Florida Streams Using Benthic
Macroinvertebrates. Journal of the North American Benthological Society 15
(2):185-211.
Chakrabarty D, Das
SK. 2006. Alteration of Macroinvertebrate Community in Tropical Lentic Systems
in Context of Sediment Redox Potential and Organik Pollution. Biological Rhythm
Research. 37(3): 213 – 222.
Clarke KR, Warwick
RM. 2001. Change Marine Communities: An Approach to Statistical Analysis and Interpretation.
Ed ke-2. PRIMER-E. Plymouth.
Epele, Marıa Laura Miserendino, Pablo
Pessacq. 2011. Life History, Seasonal Variation and Production
of Andesiops torrens (Lugo-Ortiz and
McCafferty) and Andesiops peruvianus
(Ulmer) (Ephemeroptera: Baetidae) in a Headwater Patagonian stream.
Gooderham J, Tsyrlin
E. 2002. The Waterbug Book. Collingwood. Victoria. Australia. CSIRO Publishing.
Kido M, Yustiawati,
Syawal MS, Sulastri, Hosokawa T, Tanaka S, Saito T, Iwakuma T, Kurasaki M.
2009. Comparison of General Water Quality of Rivers in Indonesia and Japan. Environmental
Monitoring and Assessment 156:317–329.
Timm H, Ivask M, Möls T. 2001. Response of Macroinvertebrates and Water Quality to Long-Term Decrease in Organik Pollution in Some Estonian Streams During 1990–1998. Hydrobiologia 464: 153–164.
Singer GA, Battin TJ. 2007. Anthropogenic Subsidies Alter Stream Consumer-Resource Stoichiometry, Biodiversity, and Food Chains. Ecological Applications 17(2): 376-389.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar